Momen belanja bulanan bagi sebagian orang khususnya para wanita adalah hal yang sangat penting. Saat dimana seorang wanita menentukan bahan-bahan yang nantinya dikonsumsi oleh seluruh anggota keluarga. Tidak heran jika supermarket di awal bulan akan penuh disesaki oleh konsumen yang membelanjakan uangnya. Bahkan bagi sebagian ibu, saat itulah mereka juga akan membeli makanan yang akan dikonsumsi oleh anak dan balitanya setiap hari secara rutin. Katakanlah produk susu fermentasi yang dianjurkan untuk diminum sebanyak dua kali sehari atau produk sereal ternama yang selalu dikonsumsi setiap paginya. Sudah menjadi hal biasa untuk mereka membeli makanan atau minuman yang dicap sebagai top brand sekaligus mempercayakan gizi anak mereka pada produk tersebut. Padahal sadarkah jika terkadang produk yang kita pilih ternyata mengandung kandungan gula dan garam yang melebih batas? Maka tidak aneh jika kelak menemukan balita yang obesitas.
Ironisnya, jumlah kandungan gula, garam, lemak dan lain-lainnya sudah tertera di bagian belakang produk yang biasa tertera sebagai nutrition facts. Pada setiap makanan yang dijual, produsen wajib menuliskan nutrions facts atau angka kecukupan gizi tersebut pada kemasan makanan. Sayangnya, sangat jarang sekali bagi konsumen di Indonesia untuk memperhatikan nutrition facts atau angka kecukupan gizi yang tertera di bagian belakang setiap produk yang dibeli. Padahal angka kecukupan gizi yang biasaya berbentuk table ini bisa menentukan kadar gula, garam, dan lemak yang masuk ke dalam tubuh kita. Bahkan juga dapat mendeteksi adanya kandungan-kandungan yang tidak baik seperti monosodium glutamate atau MSG dalam produk tersebut. Sehingga kita bisa mengontrol kesehatan hanya dengan melihat angka yang tertera pada tabel AKG di setiap produk.
Anehnya, table angka kecukupan gizi yang sangat penting untuk informasi bagi pembeli, terkadang dibuat sekecil mungkin dan di letakan di lokasi yang sangat sempit. Beberapa kemasan makanan membuat desain kemasan yang mencolok dengan warna yang menarik namun tidak diimbangi dengan tabel angka kecukupan gizi yang hanya berwarna putih. Tentu hal ini tidak menarik perhatian konsumen untuk membacanya.
Dilansir dari situs resmi dinas kesehatan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (DRA) merupakan kecukupan rata-rata zat gizi sehari bagi hampir semua orang sehat (97,5%) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan keadaan fisiologis untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG ini mencerminkan asupan rata-rata sehari yang dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan perorangan/individu. Kegunaan AKG bertujuan sebagai Acuan pendidikan gizi dan Acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, sebanyak 26,2 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi garam berlebih, naik dari tahun 2009 yakni 24,5 persen dan lemak berlebih 40,7 persen naik dari tahun 2009 yakni 12,8 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia pada gaya hidup yang tidak baik dan akhirnya berdampak besar bagi kesehatan.
Batas konsumsi gula, garam, dan lemak yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan RI (Kemkes) per orang per hari yaitu 50 gram (4 sendok makan) gula, 2000 miligram natrium/sodium atau 5 gram garam (1 sendok teh), dan untuk lemak hanya 67 gram (5 sendok makan minyak). Biasa disingkat dengan G4 G1 L5.
Sebagai contoh salah satu produk merk terkenal yang biasa dikonsumsi setiap hari di atas mengandung 300 kalori, bila 40 kalori setara 1 Sendok makan gula jadi sekitar 7,5 sendok makan gula. Jadi Konsumsi produk nonlokal tersebut saja sudah memenuhi batasan konsumsi gula, yaitu 4 sendok makan atau 50 gram per hari per orang. Kasubdit Bina Konsumsi Makanan Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemkes RI Pudjo Hartono menjelaskan, gula merupakan salah satu sumber energi yang dibutuhkan manusia. Namun, jika berlebihan, gula dapat menyebabkan obesitas dan diabetes tipe 2.
Sementara itu, garam mengandung natrium dan sodium. Garam dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk mengatur kandungan air dalam tubuh. Jika berlebihan, garam dapat menyebabkan hipertensi hingga stroke. Contoh makanan yang mengandung garam yaitu dalam 1 sendok makan kecap terdapat ¼ sendok teh garam dan dalam 1 bungkus mie instan mengandung sekitar ¾ sendok teh garam.
Sedangkan lemak, juga diperlukan dalam tubuh sebagai cadangan energi. Lemak berlebih dapat meningkatkan risiko penyakit jantung hingga kanker. Lemak dapat berbentuk padar dan cair (minyak). Lemak pun banyak ditemui pada makanan yang digoreng. Misalnya, dalam 1 potong ayam goreng tepung, mengandung sekitar 2 sendok makan minyak. Tak mengherankan apabila Kementerian Kesehatan sering mengadakan Program edukasi “Cermati Konsumsi Gula, Garam, Lemak (GGL) untuk dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam membatasi konsumsi GGL”.
Banyak produk dalam negeri yang bagus dengan tingkat GGL yang sesuai tapi masih belum banyak dikenal masyarakat kita. Rata-rata masih diproduksi oleh Industri Rumah tangga (PRT) yang kita tahu bahan baku diperoleh dari bahan alami yang ada disekitar.
Produk lokal “BakpaoTelo” Malang
Produk lokal rasanya boleh diadu dengan produk asing. Namun konsumen umumnya tidak menemukan AKG. Salah satunya pada produk lokal ‘Bakpao Telo’ Malang. Kalau kita cermati didalam kemasan hanya tertera komposisi tanpa dijelaskan AKG nya. Padahal secara logika industri Rumah tangga Bakpao Telo tentunya menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar yang aman dan tidak berlebihan. Maka produsen lokal perlu melengkapi produknya dengan mencantumkan nutrition facts (AKG) sesuai SNI supaya bisa bersaing dan dipercaya konsumen.
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dikeluarkan oleh pemerintah dengan tujuan utamanya yaitu untuk melindungi konsumen selaku pemakai produk. Produk yang kualitasnya tidak sesuai standar SNI, tidak diijinkan beredar di pasar. Bagi produsen, prosedur mengurus SNI tentu menjadi hal yang penting untuk dipahami. Oleh karena itu, segera urus permohonan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI kepada Lembaga Sertifikasi Produk Pusat Standarisasi (LSPro-Pustan) Departemen Perindustrian (Deperin). Wawasan tentang SNI bisa di pelajari di link http://ditjenpktn.kemendag.go.id/.
Melihat pentingnya pengurusan SPPT SNI atas produk lokal dalam negeri yang sudah diberi label SNI plus dengan dilengkapi Nutrition Facts maka akan mampu bersaing dengan produk asing. Menjadikan konsumen percaya dan yakin akan kualitas produk tersebut. Bagi kita sebagai konsumen yang cerdas akan mampu untuk memilih produk sesuai kebutuhan gizi dai bahan- bahan alami kita sehingga mampu menjadi ahli gizi bagi diri sendiri. Tahu akan kebutuhan tubuh gula, garam dan lemak yang dikonsumsi setiap hari. Mampu memahami produk yang ideal bukan hanya top brand saja namun bisa memberikan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. Produk lokal yang berkualitas berlabel SNI dengan memberikan informasi AKG yang jelas tentunya menjadi pilihan utama bagi kita. Dengan memilih produk lokal untuk keluarga akan mampu mendorong kemajuan bangsa Indonesia dimasa kini dan masa depan. Maka tak salah slogan “Cintai produk-produk Indonesia” karena produk indonesia itu top berkualitas dan layak untuk dicintai. (Samsul Anam)
Nama : Samsul Anam
HP : 082245493954
Alamat KTP : Jl.Ahmad Yani Kecamatan Sumberpucung Kab Malang
Alamat Sekarang : Jl.Masjid Barat Gang II no.121A kec.Singosari Kab Malang